Sunday, July 11, 2010

Saturday, July 10, 2010

TAFSIR BEBAS ANAK BAYANGAN


Cerminan hati yang menandakan adanya kematangan dalam berfikir akan selalu menghargai semua yang ada pada lingkungan sekitarnya.
Alangkah indahnya dan bahagianya jika seseorang yang ada dalam kenangan dan anganan hadir dalam setiap langkah kehidupanya.
Bukan hanya mengeluh dan berkeluh kesra jika hambatan datang, tapi berusaha menyelesaikan dengan semangat keberhasilan dalam menuntaskanya.
Betapa bahagia jika seseorang datang untuk memberi cinta........kehangatan selalu ada dalam setiap bayangannya...

ISLAM DI TUNISIA DAN LIBIYA

I. PENDAHULUAN

Perkembangan modern dalam Islam timbul sebagai akibat dari perubahan-perubahan besar dalam segala bidang kehidupan manusia yang dibawa oleh kemajuan pesat yang terjadi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Masalah-masalah yang ditimbulkan dalam bidang keagamaan, termasuk Islam adalah lebih pelik dari yang terdapat dalam bidang-bidang kehidupan lainnya.
Dalam pembahasan makalah ini mengenai Islam di Afrika Utara khususnya Negara Tunisia dan Libya dalam berbagai kondisi sosial, baik keagamaan, politik maupun masalah-masalah kehidupan lainya yang terjadi di Tunisia dan Libya. Kondisi sosio politik yang kurang stabil pada abab ke- 19 dan awal abad ke- 20, berpengaruh banyak terhadap pertumbuhan dan perkembangan peradaban baru di Negara-negara Afrika Utara. Instabilitas ini terjadi disebabkan paling tidak ada dua hal. Pertama konflik internal: perebutan popularitas antara kelompok sufi dan politis, kelompok sufi dan ulama serta antar politisi. Kedua adalah intervensi pihak asing, terutama Negara Prancis terhadap Tunisia dan Italia terhadap Libya. Intervensi ini selanjutnya menempatkan kedua negara itu menjadi protectorate dan bahkan kolonial.

II. PEMBAHASAN

A. TUNISIA
Tunisia merupakan Negara Republik di Afrika Utara yang berbatasan langsung dengan Laut Tengah (utara dan timur laut), Libya (timur dan tenggara), dan Aljazair (barat daya dan barat). Negara ini merdeka pada tanggal 20 Maret 1956, kemudian menjadi republik tahun 1957. Wilayah negara ini dapat dibagi menjadi tiga bagian: (1) Bagian utara, berupa deretan pegunungan bagian dari pegunungan Atlas. (2) Bagian Tengah, berupa depresi di mana terdapat Danau Jerid (Shet el Jerid) yang dikelilingi dataran rendah. (3) Bagian selatan, berupa plato dan gurun pasir . Iklimnya panas dan kering pada musim panas, hangat dan basah pada musim dingin.
Tunisia sejak zaman sebelum Masehi terus-menerus merupakan daerah koloni dari bangsa-bangsa lain. Bermula sebagai koloni Funisia (tahun 1100 S.M.), kemudian pada tahun 146 S.M. ditaklukan oleh Romawi. Tahun 439 M. dikuasai oleh bangsa Vandal, tahun 534 M. oleh bangsa Bizantium, tahun 670 M. oleh bangsa Arab, tahun 1574 M. oleh Turki dan tahun 1881 oleh Prancis yang menjadikannya sebagai daerah protektorat sampai memperoleh kemerdekaan. Masuknya bangsa Arab ke Tunisia berarti masuknya Islam ke sana pada tahun 670, di bawah pimpinan panglima Uqbah bin Nafi. Pada tahun itu pula dia mendirikan Qayrawan sebagai pusat operasinya.
Perkembangan selanjutnya sebelum munculnya protectorate Prancis di Tunisia, pada pertengahan abad ke- 19 dalam kondisi kekuatan ekonomi Eropa yang semakin meningkat dan lemahnya kekuatan ekonomi dalam negeri Tunisia. Para penguasa di sana telah mencoba melakukan modernisasi di berbagai bidang. Ini dilakukan ketika Tunisia masih berada di bawah pengawasan protectorate Prancis (tahun 1884).
Di wilayah Ifriqiyah –al-Maghrib al-Adna- (khususnya Tunisia), ada perubahan di bawah rezim Ahmad Bey ( 1837-1855), yang berkuasa sejak awal abad ke- 18. Pemimpinya adalah kelompok Turki dan Mamluk yang dilatih dengan cara modern. Cikal bakal tentara baru dibentuk, administrasi, dan perpajakan diperluas, hukum-hukum baru dikeluarkan, mendirikan poliklinik 1838 M. dan pemerintah berusaha melakukan monopoli atas barang-barang tertentu. Kemudian pada tahun 1857 penerusnya, Muhammad Bey mengumumkan reformasi dalam bidang keamanan, kebebasan sipil, aturan pajak, hak-hak Yahudi, dan pemilikan tanah bagi bangsa asing dan mengontrol semua kegiatan ekonomi. Selain itu, tidak kalah pentingnya adalah perbaikan yang dilakukan oleh Khairuddin ( Perdana Menteri ) 1837-1877 M. telah melakukan berbagai perbaikan dalam bidang-bidang yang cukup penting. Pertama, Khairuddin telah membantu mendirikan College Sadiqi pada tahun 1875 M. untuk melatih pegawai pemerintah, dan menunjuk para supervisor baru untuk Masjid Zaetuna. Selanjutnya dia mendirikan kantor-kantor baru untuk urusan wakaf, dan mengorganisasi pengadilan muslim terutama untuk memenuhi tuntutan persamaan perlakuan orang-orang Eropa. Perbaikan juga meliputi pendirian percetakan untuk memproduksi buku-buku teks untuk pelajar-pelajar college Sadiqi dan mereproduksi khazanah hukum Islam klasik.
Keberhasilan yang dilakukan oleh Khairuddin tidak lepas dari adanya dukungan kelompok agamawan, yaitu para ulama dan para sufi yang mendukung berbagai perbaikan dilakukan oleh Khairuddin.
Pada perkembangan selanjutnya, ketika Tunisia di bawah Protectorate Prancis, ( mulai menguasai Tunisia pada tahun 1881 ) dan baru pada tahun 1884. Prancis menjadi pengawas kantor-kantor pemerintahan Tunisia. Pemerintah Prancis selanjutnya mendirikan system Yudisial baru untuk orang-orang Eropa dengan tetap menjaga pengadilan syariah untuk kasus-kasus yang terkait dengan orang-orang Tunisia. Prancis juga membangun beberapa jalan, pelabuhan, rel kereta api, dan pertambangan. Pemerintah Prancis ikut campur tangan dalam system pendidikan Muslim Tunisia. Perancis mencoba mereformasi lembaga pendidikan Masjid Ziatun dengan memasukan subyek-subyek modern, seperti memodernisasi sekolah-sekolah dengan membuka pintunya untuk anak laki-laki maupun perempuan dan memberikan pelajaran ilmu hitung, ilmu bumi dan bahasa Prancis. Sehingga di Tunisia jumlah sekolah-sekolah umum lebih banyak dari pada sekolah-sekolah agamanya.
Pada tahun 1880 – 1930 M. bermunculan para pemimpin Tunisia baik berlatarbelakang ulama maupun birokrat. Pada umumnya mereka menerima kekuasaan Prancis di Tunisia dan berkonsentrasi pada bidang pendidikan dan budaya. Pada tahun 1888 para alumni Zaetuna dan College Sadiqi mengeluarkan surat kabar mingguan al-Hadira yang digunakan sebagai media untuk mengomentari tentang Eropa dan peristiwa-peristiwa dunia serta untuk mendiskusikan isu-isu politik, ekonomi dan sastra. Para alumni juga mensponsori pendirian sekolah Khalduniyyah pada tahun 1896 M.
Kelompok pemuda melakukan berbagai reformasi seperti hukum Islam, pendidikan dan administrasi wakaf. Mereka juga mensponsori sekolah al-Qur’an yang di dalamnya diajarkan aritmatika, geografi, sejarah dan bahas Prancis. Pada tahun 1907 untuk mengekspresikan aspirasi politiknya kelompok pemuda ini membuat jurnal: The Tunnisian.
Pada tahun 1920 Abdul Aziz al-Tha’alibi, seorang jurnalis Arab menjadi pemimpin Partai Destour. Partai ini banyak didominasi oleh muslim-Arab konservatif. Habib Bourguiba dan Mahmud Materi memberikan corak politik yang berbeda dengan kelompok konservatif. Dua figure ini membuat partai Destour lebih aspiratif, militant, terorganisir dan secara ideologis lebih terpadu untuk menentang penguasa Prancis.
Pada tahun 1932 Bourguiba, menuntut kemerdekaan Tunisia dan menawarkan perjanjian persahabatan untuk menjamin kepentingan Prancis. Pada tahun 1934 Bourguiba dan kelompoknya mengambil alih partai dan membuat partai Neo-Destour dengan Materi sebagai Presiden dan Bourguiba sebagai sekretaris Jenderalnya. Ketika tahun 1938 pemberontakan terhadap penguasa Prancis terjadi, dan Bourguiba dimasukkan dalam penjara. Akhir tahun 1955, pemerintah Prancis mengakui otonomi Tunisia, hal ini terjadi dikarenakan beberapa hal. Pertama, pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di Tunisia semakin meningkat. Kedua, karena tekanan diplomatis di PBB. Selanjutnya pada tahun 1956, protectorate Prancis di Tunisia dihapus. Dengan demikian, maka Tunisia menjadi Negara merdeka tahun 1956. kemudian setelah merdeka Tunisia dengan cepat melakukan konsolidasi kekuasaan Bourguiba. Setelah menjadi Presiden Bourguiba, mencoba merespon tuntutan politik maupun ekonomi. Dalam bidang ekonomi, dia menerapkan kebijakan ekonomi baik kapitalis maupun sosialis. Selain di bidang ekonomi dia juga mencoba mensekulerkan masyarakat Tunisia melalui langkah kontroversial Undang-Undang Status Pribadi, yang menggantikan hukum al Qur’an dalam bidang perkawinan, perceraian dan pemeliharaan anak. Rezim Bourguiba juga membuat pengadilan sekuler; di antaranya melarang poligami, membuat hukum sipil pernikahan dan perceraian. Dalam bidang pendidikan, melakukan langkah-langkah tersendiri. Lembaga pendidikan Zaituna diposisikan di bawah kontrol menteri pendidikan dengan menyatukannya dengan Universitas Tunis yang didirikan Bourguiba pada tahun 1958. Perguruan tersebut kini berubah menjadi semacam Institut Ilmu-ilmu Islam yang berada dalam pengarahan dan kontrol pemerintah Tunisia.
Rezim ini juga mendukung kesamaan hak untuk wanita. Emansipasi wanita ini terlihat dalam partisipasi mereka di berbagai tempat kerja. Namun demikian program-program mereka bukan tanpa hambatan. Mereka yang merasa mempunyai identitas Muslim-Arab, bukan identitas Tunisia-Prancis yang begitu kritis. Mereka tidak mendukung adanya emansipasi wanita.
Menjelang akhir abad ke-20, peranan Tunisia cukup menonjol dalam perkembangan dunia Islam. Negara ini aktif dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan turut menentukan dalam pengambilan keputusan tentang kebijaksanaan-kebijaksanaan Timur Tengah, terutama yang menyangkut konflik PLO (Palestine Liberation Organization).

B. LIBYA
Libya adalah Negara republic rakyat di tepi Laut Tengah, Afrika Utara. Republik ini termasuk Negara nomor empat terluas di benua Afrika. Sebelah selatan berbatasan dengan Chad, barat dengan Aljazair, barat laut dengan Tunisia, barat daya dengan Niger, timur dengan Mesir, dan tenggara dengan Sudan. Sekitar 85 % dari wilayah Libya terdiri dari padang pasir tandus. Daerah suburnya terletak hanya di belahan pantai yang sempit dan beberapa tempat yang mempunyai oase. Komposisi etnis penduduk Libya mencerminkan migrasi orang-orang Arab dari timur ke Afrika Utara antara abad ke-11 dan abad ke- 16.

1. Kondisi Sosial-Politik Akhir Abad ke-19 dan Awal Abad ke- 20.
Berbeda dengan Negara-negara Afrika Utara lainnya, Libya tidak di bawah kolonisasi Prancis, tetapi Italia. Kolonisasi di Libya terjadi pada awal abad ke- 20. Pendudukan Tunisia oleh Prancis pada tahun 1881, membuat pemerintahan Turki Usmani harus menggunakan Tripolatania sebagai basis untuk sebuah propaganda keagamaan yang diarahkan untuk mendorong suku-suku Tunisia untuk melawan penjajah Prancis. Pada tahun 1885, ketika tentara-tentara Italia siap menyerang Tripolitania, penguasa Turki Usmani mengisyaratkan untuk membuat kerjasama dengan penguasa Prancis berkaitan dengan masalah pelarian-pelarian Tunisia di Tripolitania.
Sementara itu, pada tahun 1902 pemerintah Prancis dan Inggris memberikan keleluasan pada pemerintah Italia di Tripolitania. Pada tahun-tahun berikutnya, kantor pos dan kantor-kantor pelayanan kesehatan didirikan oleh pemerintah Italia di Tripolitania. Bahkan, perusahaan-perusahaan Italia pun didirikan di sana. Di samping itu, pembelian tanah-tanah uang ditujukan untuk lahan pertanian pun dilakukan.
Pada awal September 1911, persiapan militer Italia telah selesai, kemudian selang satu bulan kemudian Italia dapat menduduki pelabuhan-pelabuhan penting Libya seperti: Tubruq, Tripoli, Darna, Bangazhi dan Khums. Pada tahun 1912, dengan adanya pendudukan ini kekuasaan Ustmani secara otomatis digantikan oleh kekuasaan Italia. Mulailah sejarah baru bagi Libya di bawah penguasa Italia.
2. Kondisi Islam di bawah gerakan Sanusiyah ( Kerajaan Libya)
Pada tahun 1837, berdiri tarekat Sanusiyah yang dibentuk oleh Muhammad ibn Ali al-Sanusiyah (1787-1859). Dia adalah salah seorang keturunan Nabi dal Al-Hasan, anak laki-laki Fatimah. Nama lengkapnya adalah al-Sanusi al-Khattab al-Hasan. Gerakan Sanusiyah dibentuk untuk menyatukan ikhwanul muslimin yang ada, dan untuk menyebarluaskan serta merevitalisasi Islam. Selain itu, gerakan ini juga dibentuk untuk menghindari dan mempertahankan Islam dari agresi bangsa asing. Untuk tujuan ini, gerakan Sanusiyah memilih daerah terpencil yaitu Cyrenaica.
Pondok-pondok Sanusiyah menjadi pusat misi dan pendidikan agama Islam dan juga menjadi perkampungan pertanian dan perdagangan. Selama hampir sembilan dasawarsa, gerakan Sanusiyah memiliki gerakan revivalis Islam yang kuat, dengan memadukan unsur-unsur ekonomi dan agama, tersebar di sepanjang wilayah Cyrenaica, Fezzan dan sebagian wilyah Tripolitan.
Di samping itu, gerakan Sanusiah mendapat pengakuan dari orang-orang Badui setempat, sehingga Sanusiyah mendapat otoritas untuk urusan kerjasama niaga, menjadi mediataor dalam berbagai konflik. Oleh karena itu logis bila Sanusiyyah pada abad ke-19, telah mampu membangun satu koalisi kesukuan yang cukup luas disebelah barat Mesir dan Sudan. Pada awal abad ke-20, Sanusiyyah mampu memimpin perlawanan local, terhadap serbuan Italia.
Gerakan ini menjalin persekutuan dengan Inggris dalam PD II dengan tujuan agar Libya lolos dari pengawasan Italia. Selanjutnya Libya, sebagai sebuah kerajaan diproklamasikan padaa tahun 1951, dengan raja pertamanya adalah Raja Idrus al- Sanusiyyah, cucu pendiri gerakan Sanusiyyah. Kepemimpinan Raja Idrus, kurang bisa menangkap aspirasi-aspirasi dari generasi muda. Hal ini menyebabkan dia tidak mampu menghadapi tuntutan generasi muda yang terimbas oleh perasaan nasionalisme yang sedang tumbuh. Akhirnya pada tahun 1969 Qadzdzfi melakukan kudeta terhadapnya dan menjadi pemimpin Libya selanjutnya.
Tidak lama setelah revolusi 1969, Qadzdzafi melakukan reformasi hukum. Hukum-hukum Islam pertama dikeluarkan Qadzdzafi, yang menandakan janjinya terhadap masyarakat umum untuk menghapus praktek-praktek yang menyalahi adapt-istiadat kaum Muslimin dan yang melanggar adat Libya, tidaklah ditetapkan sebagai hukum Islam melainkan sebagai patokan tindakan yang legal. Selanjutnya Qadzdzafi mengenakan larangan terhadap alkohol di seluruh negeri itu. Pada tahun 1970 dia melarang secara resmi semua pertunjukan yang “tak senonoh”di tempat-tempat hiburan umum. Pada bulan Oktober 1971, Qadzdzafi menyerukan pelaksanaan hukum syariat yang di perluas dengan Islamisasi hukum nasional Linya.
Pada tahun 1973, Qadzdzafi mendeklarasikan tiga prinsip yang menjadi dasar system politik Negara. Prinsip-prinsip itu ada;ah persatuan Arab, demokrasi kerakyatan langsung, dan sosialisme Islam. Kemudian tahun 1977, Qadzdzafi mendeklarasikan bentuk Negara Libya baru yaitu Rakyat Sosialis Arab Libya. Konsep Sosialisme Qadzdzafi adalah pemikiran konsep sosialisme yang didasarkan pada pemahaman yang mendalam terhadap Islam, dengan berpegang pada prinsip Al Qur’an dan Al Hadist adalah satu-satunya sumber otoritas untuk merekonstruksi masyarakat.
Sejak Qadzdzafi menjadi pemimpin tertinggi Libya, ia menggunakan minyak untuk membantu kepentingan dunia Arab, terutama dalam rangka menentang Israel, dan juga membantu gerakan-gerakan kemerdekaan di berbagai belahan dunia. Pemerintah Libya memberikan bantuan keuangan yang cukup besar bagi upaya misi Islam dalam rangka membantu meningkatkan organisasi-organisasi dan kegiatan yang berkaitan dengan Islam, terutama bagi kelompok-kelompok minoritas muslim di Negara-negara nonomuslim. Pada tahun 1971, Libya membantu kepentingan umat Islam Filipina yang berstatus pengungsi, membangun masjid dan Islamic center, serta mengatur perundingan antara pemerintah Filipina dan MNLF (Moro National Lineration Front), bagi otonomi Islam di Filipina Selatan.

III. PENUTUP

Kesimpulan
Perkembangan Islam modern di Negara Tunisia dan Libya, mengalami kemajuan yang signifikan terutama dalam hal kemajuan ekonomi, hukum, maupun politik. Upaya-upaya yang dilakukan oleh umat Islam di Tunisia dan Libya dalam melawan penjajah, telah menghasilkan suatu pemerintahan yang lepas dari pengawasan penjajah dan menjadi Negara merdeka. Sebenarnya ketika Tunisia dibawah protectorat Prancis, perkembangan social budaya mengalami kemajuan karena masuknya unsur-unsur baru dan manambah semangat persatuan dan kesatuan umat Islam untuk berjuang mengusir penjajah. Tunisia mempunyai peranan besar dalam sejarah Islam yaitu melalui lembaga pendidikan Jami’ah Zaituah, yang telah melatih kader-kader ulama menjadi ulama-ulama besar. Selain itu Tunisia juga aktif dalam OKI ( Organisasi Konferensi Islam).
Sementara perkembangan Islam di Libya telah melalui perjalanan panjang, dengan kondisi social yang tidak jauh berbeda dengan Negara-negara di wilayah Ifriqiyah sebelum kedatangan kolonial penjajah. Libya berada di bawah kekuasaan Italia pada tahun 1912. Kemudian Italia melepaskan Libya karena ada perlawanan dari gerakan Sanusiyyah yang di bantu oleh Inggris. Ketika Libya berada di bawah sang revolusioner Muhammar Qadzdzafi, Libya mengalami perkembangan yang cukup pesat, dan masa inilah yang mendeklarasikan Negara Libya baru Rakyat Sosialis Arab Libya. Serta melakukan reformasi didalam hukum yaitu penggunaan hukum syariah yang sesuai dengan ajaran Islam.


DAFTAR PUSTAKA


Dewan Redaksi. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.1993. vol. 3
dan vol. 5
Karim, M. Abdul. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka
Book Publisher. 2007
Maryam, Siti, dkk. (ed). Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern
Yogyakarta: LESFI. 2004
Morgan, Kenneth W. Islam Jalan Lurus terj. Abusalamah. Jakarta: PT Dunia Pustaka
Jaya 1980
Nasution, Harun. Perkembangan Modern Dalam Islam. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia. 1985

Monday, July 5, 2010

BANGSA BERBER DI AFRIKA UTARA

BANGSA BERBER DI AFRIKA UTARA

I. PENDAHULUAN

Bangsa Berber merupakan suku bangsa yang mendiami wilayah di Afrika bagian utara, dimana wilayah tersebut merupakan daerah yang sangat penting bagi penyebaran agama Islam di daratan Eropa, serta menjadi pintu gerbang untuk masuknya Islam kewilayah ini[1]. Dari segi politis masyarakat Berber ini memiliki kekuasaan yang cukup signifikan karena masih sangat bersifat kesukuan, sehingga persatuan dan kesatuan masyarakat Berber ini tetap terjaga.

Dalam makalah ini akan dibahas secara singkat beberapa hal yang berkaitan dengan bangsa Berber di Afrika antara lain mengenai asal–usul bangsa Berber, perkembangannya serta pengaruh bangsa Berber terhadap proses Islamisasi di Afrika dan kesimpulan.

II. PEMBAHASAN

A. Asal Usul Bangsa Berber

Nama Berber seperti yang telah disebut dalam sejarah Yunani dan Romawi Timur, yakni non-Bizantium lebih–lebih dikalangan Yunani sebagai non-Yunani. Sebutan “Berber” dalam proses sejarah dipergunakan sebagai penamaan jenis bangsa yang ada di dataran Eropa sejak Abad ke- 3 M. Asal mula bangsa ini dari tengah– tengah Asia bahkan ada yang menyebut dari daerah Caucasus, Asia Tengah. Mereka mengembara dan mengelana sampai ke Eropa Utara, sebagaian ke perbatasan Eropa Timur sebelum Masehi. Dengan waktu yang lama orang Berber tidak dapat masuk ke wilayah Romawi, dikarenakan mereka sangat dibenci sebagai non–Romawi. Akhirnya rombongan Berber ada yang bermukim di sekitar lembah Sungai Dniper dan kemudian Semenanjung Balkan. Rombongan Berber lainnya menjelajah lembah sungai Rhein, lalu ke Semenanjung Italia dan Galia serta daerah-daerah sekitarnya.

Orang Berber mempunyai banyak ras. Salah satu antarnya ialah ras Nordik. Ras ini merupakan ras yang mempunyai peranan paling besar yang di tinggalkan dalam sejarah Eropa, pada abad-abad pertengahan. Salah satu ras yang kuat di antara suku–suku Jerman adalah suku Gothik. Pada pertengahan abad ke-2 M, orang Goth bermukim di lembah-lembah sekitar Sungai Vistula (Polandia). Tetapi dari sini mereka berhijrah ke dataran Ukraina sebelah utara laut Hitam. Di daerah ini mereka terbagi menjadi dua kelompok bagian. Tervinggi, yaitu orang Goth Barat yang mendiami daerah hutan, dan Goritonggi, yaitu orang Goth Timur yang mendiami dataran-dataran luas.

Pada abad ke-5 suku-suku Gothik memasuki Eropa bagian Barat, yaitu Galia ( Prancis dan Iberia (Spanyol dan Portugal). Suku-suku Berber yang berasal dari daerah Sungai Vistula dan Sungai Oder (Jerman) datang memasuki daerah Bayern (Bavaria) di sebelah tenggara Jerman. Dari sini sebagian dari mereka menyebar sampai ke Galia dan Iberia. Di Semenanjung Iberia ini orang Vandal memberi nama baru bagi daerah pemukimannya, sesuai dengan nama suku mereka sendiri, yaitu Vandalusia yang kemudian hari berubah menjadi Andalusia atau Andalus.[2]

Mereka mendapatkan tekanan berat dari bangsa Goth Barat, terhadap orang Vandal di Iberia, yang menyebabkan orang–orang Vandal ini meninggalkan Semenanjung Iberia, dan kemudian menyeberangi laut dan mendarat di Aljazair bagian timur (423 M)[3], dengan jumlah 80.000 orang di bawah pimpinan Geiserik (Vandal). Geiserik mengalahkan tentara Bizantium dan berhasil menguasai ibu kota propinsi Pemerintahan Romawi di Afrika: Carthage, Tunisia, Afrika Utara[4]. Pada tanggal 19 Oktober 439 M, orang–orang Vandal melancarkan serbuan ke Chartage dan berhasil mendudukinya. Di sini Geiserik mengumumkan dirinya sebagai raja di Afrika Utara dan menjadikan Kota Chartage sebagai ibu kota kerajaan.[5] Sejak itu, belahan dunia yang lain sebutan Berber atas diri mereka lambat laun hilang.[6]

B. Perkembangan Bangsa Berber di Afrika

Pada perkembangan selanjutnya, ketika Islam masuk ke wilayah Afrika Utara pada saat wilayah itu dikuasai oleh kekaisaran Romawi; sebuah imperium yang amat luas dan melingkupi beberapa negara dan berbagai jenis bangsa manusia. Penaklukan daerah ini pada dasarnya sudah mulai dirintis pada masa kekhalifahan Umar Ibn Al Khatab. Pada tahun 640 M ’Amr ibn al- ’Ash berhasil memasuki Mesir[7], tetapi penyerbuan yang betul – betul baru terjadi empat puluh tahun kemudian, di zaman Umayyah, yang mendirikan perkampungan askar Arab Muslim di Qayrawan dekat Tunisia.[8]

Islamisasi di Afrika ini tidak berjalan dengan mulus, karena adanya guncangan politik akibat pemberontakan yang dilakukan oleh orang–orang Berber dan orang–orang Romawi muncul silih berganti. Dalam keadaan seperti itu maka dilakukanlah pergantian Gubernur dari Hasan ibn Nu’man kepada Musa ibn Nushair tahun 708 M pada awal–awal pemerintahan al- Walid ibn Abdul Malik. Dengan pergantian pemimpin ini memicu orang–orang Berber untuk melakukan pemberontakan, tetapi Musa ibn Nushair dapat mematahkan pemberontakan tersebut dan untuk mengantisipasi timbulnya pemberontakan lagi, dia menerapkan kebijakan ” perujukan ”, yaitu taktik menempatkan orang–orang Berber ke dalam pemerintahan Islam. Akan tetapi, dari pulau–pulau Mediterania, orang–orang Bizantium mengganggu orang–orang Islam di Afrika Utara. Musa mengirimkan suatu ekspedisi untuk menumpas mereka dan berhasil merebut wilayah-wilayah seperti: Majorca, Minorca, dan Ivica.[9]

Dampak pengaruh dari kebijakan ini selain bagi kemajuan Islam di Afrika, tentunya juga bagi bahasa Arab mengalami kemajuan yang pesat di berbagai kota sebagai bahasa percakapan. Banyak orang Berber, baik yang Nomad maupun yang menetap, melakukan perkawinan silang dengan pendatang baru itu; meskipun juga masih ada orang–orang Berber pedalaman yang mempertahankan bahasa dan adat istiadat mereka. Hal ini dikarenakan adanya kesamaan peradaban orang–orang Badui dengan peradaban penduduk setempat, yaitu kesukuan dan peladang. Dengan cara inilah secara bertahap terbentuk penduduk Berber–Arab yang sampai saat ini mendiami sebagian besar Afrika Utara.[10] Kemajuan lain yaitu pulau–pulau yang di bawah pemerintahan Islam ini menjadi sangat berkembang. Sebagaimana di tempat– tempat lain, orang–orang itu kemudian mendirikan bangunan–bangunan yang indah, memperkanalkan berbagai kerajinan tangan, dan memperbaiki keadaan negeri dalam berbagai bidang dengan sistem yang berbeda.

Bangsa Berber di daerah-daerah Afrika Utara mempunyai tiga suku besar yang memegang peranan penting, yaitu suku Luwata, Sanhaja dan Zinana. Suku Luwata menduduki daerah-daerah bagian timur, suku Sunhaja menduduki daerah-daerah bagian barat dan suku Zinana yang terdiri dari orang-orang pegunungan dan pengembara. Antara suku-suku Luwata dan Sunghaja terdapat permusuhan dan sering terjadi bentrokan senjata. Kedaan ini dimanfaatkan benar oleh para panglima Bani Umayyah untuk menundukkan kedua-duany. Maka berduyun-duyunlah orang-orang Berber mendatangi pasukan Muslim Arab untuk menyatakan diri memeluk agama Islam. Besar sekali jumlah mereka yang langsung bergabung ke dalam pasukan Muslimin. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, di Afrika Utara bagian barat, jumlah pasukan yang berasal dari Berber melebihi jumlah dari Arab dan Persia[11].

Pada perkembangan selanjutnya, kondisi di Afrika masih terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh bangsa Berber dan Kum Khawarij. Suatu sekte baru orang – orang fanatik yang disebut Saffariyah. Mereka membunuh gubernur dan menguasai kota Tangier. Setelah itu mereka bergerak menuju Qayrawan. Tentara Muslim yang menghadang musuh dihancurkan di dalam suatu pertempuran yang terkenal dengan nama ”Perang Kaum Bangsawan”. Akibat kekalahan itu mengacaukan seluruh Afrika Utara. Kemudian mendengar keadaan seperti itu, Hisyam mengangkat Kulsum untuk mengangkat tentara Muslim ( 973 M ), tetapi gagal. Mendengar malapetaka ini kemudian, Hisyam mengangkat Hanzala menjadi gubernur Afrika. Dia memadukan semangat keagamaan zaman Umar dengan kelembutan hati yang tidak biasa pada zaman itu. Sambil berdiri di tengah-tengah lapangan di depan Masjid Agung, dia berpidato kepada khalayak ramai bahwa perjuangan antara orang-orang Islam yang terkepung dengan para pemberontak yang ada di luar adalah pertempuran antara hidup-mati, dan bahwa kemenangan Berber akan berarti pembantaian penduduk tanpa pandang bulu. Hanzala berhasil memulihkan ketentraman dan kemakmuran di Afrika Utara dengan mengalahkan orang–orang Berber dan Kum Khawarij di medan tempur yang dikenal sebagai ”Medan Berhala”. Sebanyak 180.000 orang Berber, dengan para pemimpin mereka dikabarkan terbunuh dalam perang tersebut. Selama Hanzala memegang kendali pemerintahan, negeri itu bebas dari gangguan–gangguan. Di bawah pemerintahan yang adil dan lembut. Afrika Utara segera pulih kembali kemakmurannya.[12]

Kebangkitan Muslimin Berber di Afrika Utara pada permulaan abad ke-11 M, berbeda halnya dengan keadaan dan sikap bangsa-bangsa Berber pada permulaan abad ke-11 M. Yaitu bangsa Berber yang sudah hampir tiga setengah abad lamanya memeluk agama Islam. Pada zaman itu kaum Muslimin Berber melakukan serentetan pemberontakan terhadap para penguasa Arab setempat, yang telah berkeping-keping dalam berbagai aliran sekte agama dan terpecah belah dalam memperebutkan duniawi. Bangsa-bangsa Berber memberontak dengan tujuan hendak menciptakan kesatuan politik dan agama di Afrika Utara.

Selama abad tersebut di Afrika Utara berlangsung gerakan kebangkitan Berber, yang terpenting dan besar peranannya dalam sejarah, ialah kaum Murabithin dan kaum Muwahhidin. Kedua-duanya berasal dari Maroko dan sekitarnya. Gerakan mereka juga merupakan reaksi dari pihak aliran Ahlus-Sunnah terhadap serangan-serangan bulan sabit yang dilancarkan oleh seorang Khalifah beraliran Sy’iah di Kairo ke daerah-daerah bagian barat Afrika Utara.[13]

Munculnya dinasti–dinasti di Afrika ini juga tidak terlepas dari peranan dan pengaruh dari bangsa Berber yang telah bergabung dengan Islam. Krisis politik yang terjadi pada pertengahan abad ke 8 M, berupa pergantian kekuasaan dari bani Umayyah ke bani Abasiyyah. Pengalihan pusat pemerintahan tersebut paling tidak membawa akibat yang cukup penting bagi hubugan antara pusat dan daerah. Pada tahun 757 M, beberapa suku Berber dari Jabal Nefusa, yang menganut paham Khawarij sekte Ibadiyah, berhasil menduduki Tripoli dan tahun berikutnya Qayrawan. Setelah beberapa saat di Qayrawan kelompok pimpinan Abdurrahman ibn Rustam ini pergi ke Aljazair barat dan kemudian mendirikan basis Kharijiyyah di Tahert tahun 761 M. Dari sinilah dinasti Rustamiyyah yang bertahan hingga tahun 909 M ketika Tahert, sebagai ibukotanya, jatuh ke dinasti Fatimiyyah. Pada saat yang hampir bersamaan, di Maroko berdiri dinasti Idrisiyah yang beribukota di Fes. Dinasti ini didirikan oleh Idris ibn Abdullah yang bermandzab Syi’ah. Dinasti Idrisiyyah di Maroko, ini dapat bertahan cukup lama yaitu dari tahun 788 M hingga tahun 974 M, hal ini karena didukung oleh dua faktor. Pertama, pemerintahannya mendapatkan dukungan penuh dari orang-orang Berber yang terkenal kuat dan gagah perkasa. Kedua, pusat pemerintahannya jauh dari kota Baghdad .[14]

Perkembangan selanjutnya dinasti Berber di Afrika Utara, yaitu ada dua dinasti Berber, Almoravid dan Almohad, yang masing-masing mempermaklumkan dokttrin agama aliran baru yang berbeda-beda, untuk sementara waktu berhasil memantapkan keunggulan mereka di Afrika Utara. Kemenangan Almoravid adalah kemenangan Lemtuna (Berber nomad dari Sahara, antara Maroko Selatan dan tepi-tepi Sungai Senegal dan Niger). Mereka masuk Islam pada abad ke-3 H, dan diajari ajaran-ajaran Islam yang benar oleh seoarang ”marabout” (orang suci), Ibnu Yasin, untuk menyebarkan agama itu di antara orang-orang Sudan, Sahara dan Maroko Selatan. Kepala suku mereka, Yusuf bin Tasyifin, mendirikan Marrakesy pada tahun 1062 M, menundukan seluruh Maroko dan Maghribi Tengah, memukul mundur orang-orang Kristen di Jazirah Iberia dengan kemenangan Zallaqa pada tahun 1086 M, memecat amir-amir Andalusia, dan dia menjadi satu-satunya penguasa Spanyol Muslim.

Masmuda dari Deren, yang mengubah unitarianisme (tauhid, asal nama Almohad) dengan dakwah Ibnu Tumarat, menentang mereka. Dengan dipimpin oleh seorang Berber Kumiya yaitu Abdul Mukmin, mereka segera mengakhiri kekuasaan Almoravid. Imperium yang didirikan oleh Almohad bahkan lebih besar daripada imperium para pendahulu mereka. Jadi, suatu imperium Berber yang besar meluas ke seluruh Afrika Utara. Seperti Almoravid, Almohad tidak bisa mempertahankan keortodoksan di dalam agama. Salah seorang dari mereka, Ibnu Mukmin, mengutuk kenangan kepada Ibnu Tumarat dan marah-marah kepada mukmin yang benar. Satu abad setelah kematian kematian Abdul Mukmin, keturunannya yang terakhir, Abu Dabbus, berakhir riwayatnya secara hina sebagai pemimpin gelombolan perampok pada tahun 1279 M.

Pada waktu itu, Maghribi terbagi di antara penguasa-penguasa baru sepereti: Marinid di Fes, Abdul Wadis di Tlemsen dan Hafsid di Tunis.di Maroko, suku-suku daerah pegunungan tetap memberontak kepada kaum Marid; di Maghribi Tengah, banu Wemannu dari Warsenis, Zwawa dari Jurjura, Kabyle dari Constantine, orang-orang Zab dan Jerid, melepaskan diri dari kekuasaan pangeran-pangeran Constantine, Bejaya dan Tunis. Sejak abad ke-14, bangsa Berber mendirikan pos-pos penjagaan diperbatasan negeri orang-orang Negro sejajar dengan yang dibentuk oleh orang-orang Arab di perbatasan-perbatasan kedua Maghribi.

Pada dewasa ini, bangsa Berber terpencar-pencar di wilayah yang sangat luas, yang dibatasi di sebelah timur oleh wahah-wahah Siwah, padang pasir Libya dan pegunungan Tibesti; di sebelah barat oleh Samudera Atlantik dan di sebelah selatan oleh negeri-negeri Hausa aliran tengah Sungai Niger dan Senegal[15].

III. PENUTUP

Kesimpulan

Sejarah panjang bangsa Berber telah memberikan warna tersendiri bagi perjalanan Islam di Afrika untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Bangsa Berber ini diperkirakan berasal dari Caucasus, Asia Tengah, yang kemudian mengembara sampai ke Eropa Utara. Mereka ada yang bermukim di sekitar lembah sungai Dniper bahkan ada juga yang di Jerman. Ketika mereka datang ke semenanjung Iberia daerah tersebut kemudian diubah menjadi Vandalusia. Karena persaingan politik dengan Goth, mereka terusir lari ke Afrika Utara. Ketika di Afrika inilah kemudian bangsa Berber mulai berkembang, bahkan sudah ada akulturasi budaya dengan budaya Arab, sehingga memperkaya kebudayaan yang ada di Afrika waktu itu. Selain itu perkembangan bangsa Berber selanjutnya yaitu ketika Islamisasi di Afrika yang merupakan babak bagi perjalanan bangsa Berber untuk mendukung maupun memberontak terhadap kedatangan Islam diAfrika. Ada sebagian yang mendukung Islam dengan masuk dalam pemerintahan Islam, hal ini dilakukan pada masa Musa ibn Nushair, dan ada juga yang memberontak terhadap Islam seperti pada perang kaum bangsawan, yang mengacaukan seluruh Afrika Utara.

Perkebangan berikutnya, banyak muncul dinasti – dinasti kecil yang ada di Afrika, yang di dukung oleh bangsa Berber, seperti Idrisiyah di Maroko maupun dinasti Rustamiyah yang berpaham Kharijiyyah sekte Ibadiyah.

DAFTAR PUSTAKA

Akhiroh, Nur. ”Islamisasi Di Afrika Utara 639 – 710 M: Tinjauan Historis (Skripsi)”.

Yogyakarta: Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, 2005

Karim, M. Abdul. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka

Book Publisher , 2007

Mahmudunnasir, Syed. Islam Konsepsi dan Sejarahnya, terj. Adang Affandi.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994

Maryam, Siti,dkk(ed). Sejarah Peradaban Islam: “Dari Masa klasik Hingga

Modern”. Yogyakarta: LESFI, 2004

Morgan, Kenneth, W. Islam Jalan Lurus ,terj.Abussalamah. Jakarta: PT Dunia

Pustaka Jaya, 1980

Tohir, Muhammad. Sejarah Islam Dari Andalusia Sampai Indus. Jakarta: Pustaka

Jaya, 1981



[1] Siti Maryam, dkk ( ed ), Sejarah Peradaban Islam :“Dari Masa klasik Hingga Modern” ( Yogyakarta:LESFI,2004), hlm. 219

[2] Muhammad Tohir, Sejarah Islam Dari Andalusia Sampai Indus ( Jakarta: Pustaka Jaya, 1981 ), hlm. 210-212

[3] Nur Akhiroh, ” Islamisasi Di Afrika Utara 639 – 710 M: Tinjauan Historis ( Skripsi )” ( Yogyakarta: Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, 2005 ), hlm. 15

[4] M.Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher , 2007 ) hlm.184

[5] Akhiroh, ”Islamisasi”, hlm. 15

[6] Karim, Sejarah, hlm.184

[7] Maryam, dkk ( ed ), Sejarah, hlm. 220

[8] Kenneth W. Morgan, Islam Jalan Lurus ,terj.Abussalamah ( Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1980 ), hlm. 274

[9] Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, terj. Adang Affandi ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994 ), hlm. 315

[10] Maryam, dkk ( ed ), Sejarah, hlm. 223

[11] Tohir, Sejarah, hlm.89

[12] Mahmudunnasir, Islam, hlm. 315-316

[13] Tohir, Sejarah, hlm. 391-392

[14] Maryam, dkk (ed ), Sejarah, hlm. 224

[15] Mahmudunnasir, Islam, hlm. 319-320

Friday, July 2, 2010

Jurnal Sejarah Dan Kebudayaan Tempo Dulu

 

JADOEL

Vol.1 No.1, Juli 2010

 

 

SEJARAH ISALAM DI MALAYSIA

( DALAM PERSPEKTIF HISTORIS )

Rahman Soleh

 

 

NAHDLATUL ULAMA

( Sebuah Refleksi Terhadap Perjuangan NU Masa Kolonial )

Rahman Soleh

 

 

PEMIKIRAN TRADISIONALISME DALAM ISLAM

DI INDONESIA PRA KEMERDEKAAN

Andri Yulianto

 

 

St. Agustinus

( Refleksi Pemikiranya Dalam Filsafat Sejarah )

Rahman Soleh

 

 

KISAH KEHIDUPAN

”KISAH KLASIK ANAK KAMPUNG”

( Upaya Menghilangkan Prblem Dalam Hidupnya )

Rahman Soleh

 

 

POINT OF VIEW BOOK

SEJARAH DUNIA I

Tim Kreatif KTD

 

 

Diterbitkan Oleh Komunitas Tempo Doeloe

( KTD )

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta