I. PENDAHULUAN
Perkembangan modern dalam Islam timbul sebagai akibat dari perubahan-perubahan besar dalam segala bidang kehidupan manusia yang dibawa oleh kemajuan pesat yang terjadi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Masalah-masalah yang ditimbulkan dalam bidang keagamaan, termasuk Islam adalah lebih pelik dari yang terdapat dalam bidang-bidang kehidupan lainnya.
Dalam pembahasan makalah ini mengenai Islam di Afrika Utara khususnya Negara Tunisia dan Libya dalam berbagai kondisi sosial, baik keagamaan, politik maupun masalah-masalah kehidupan lainya yang terjadi di Tunisia dan Libya. Kondisi sosio politik yang kurang stabil pada abab ke- 19 dan awal abad ke- 20, berpengaruh banyak terhadap pertumbuhan dan perkembangan peradaban baru di Negara-negara Afrika Utara. Instabilitas ini terjadi disebabkan paling tidak ada dua hal. Pertama konflik internal: perebutan popularitas antara kelompok sufi dan politis, kelompok sufi dan ulama serta antar politisi. Kedua adalah intervensi pihak asing, terutama Negara Prancis terhadap Tunisia dan Italia terhadap Libya. Intervensi ini selanjutnya menempatkan kedua negara itu menjadi protectorate dan bahkan kolonial.
II. PEMBAHASAN
A. TUNISIA
Tunisia merupakan Negara Republik di Afrika Utara yang berbatasan langsung dengan Laut Tengah (utara dan timur laut), Libya (timur dan tenggara), dan Aljazair (barat daya dan barat). Negara ini merdeka pada tanggal 20 Maret 1956, kemudian menjadi republik tahun 1957. Wilayah negara ini dapat dibagi menjadi tiga bagian: (1) Bagian utara, berupa deretan pegunungan bagian dari pegunungan Atlas. (2) Bagian Tengah, berupa depresi di mana terdapat Danau Jerid (Shet el Jerid) yang dikelilingi dataran rendah. (3) Bagian selatan, berupa plato dan gurun pasir . Iklimnya panas dan kering pada musim panas, hangat dan basah pada musim dingin.
Tunisia sejak zaman sebelum Masehi terus-menerus merupakan daerah koloni dari bangsa-bangsa lain. Bermula sebagai koloni Funisia (tahun 1100 S.M.), kemudian pada tahun 146 S.M. ditaklukan oleh Romawi. Tahun 439 M. dikuasai oleh bangsa Vandal, tahun 534 M. oleh bangsa Bizantium, tahun 670 M. oleh bangsa Arab, tahun 1574 M. oleh Turki dan tahun 1881 oleh Prancis yang menjadikannya sebagai daerah protektorat sampai memperoleh kemerdekaan. Masuknya bangsa Arab ke Tunisia berarti masuknya Islam ke sana pada tahun 670, di bawah pimpinan panglima Uqbah bin Nafi. Pada tahun itu pula dia mendirikan Qayrawan sebagai pusat operasinya.
Perkembangan selanjutnya sebelum munculnya protectorate Prancis di Tunisia, pada pertengahan abad ke- 19 dalam kondisi kekuatan ekonomi Eropa yang semakin meningkat dan lemahnya kekuatan ekonomi dalam negeri Tunisia. Para penguasa di sana telah mencoba melakukan modernisasi di berbagai bidang. Ini dilakukan ketika Tunisia masih berada di bawah pengawasan protectorate Prancis (tahun 1884).
Di wilayah Ifriqiyah –al-Maghrib al-Adna- (khususnya Tunisia), ada perubahan di bawah rezim Ahmad Bey ( 1837-1855), yang berkuasa sejak awal abad ke- 18. Pemimpinya adalah kelompok Turki dan Mamluk yang dilatih dengan cara modern. Cikal bakal tentara baru dibentuk, administrasi, dan perpajakan diperluas, hukum-hukum baru dikeluarkan, mendirikan poliklinik 1838 M. dan pemerintah berusaha melakukan monopoli atas barang-barang tertentu. Kemudian pada tahun 1857 penerusnya, Muhammad Bey mengumumkan reformasi dalam bidang keamanan, kebebasan sipil, aturan pajak, hak-hak Yahudi, dan pemilikan tanah bagi bangsa asing dan mengontrol semua kegiatan ekonomi. Selain itu, tidak kalah pentingnya adalah perbaikan yang dilakukan oleh Khairuddin ( Perdana Menteri ) 1837-1877 M. telah melakukan berbagai perbaikan dalam bidang-bidang yang cukup penting. Pertama, Khairuddin telah membantu mendirikan College Sadiqi pada tahun 1875 M. untuk melatih pegawai pemerintah, dan menunjuk para supervisor baru untuk Masjid Zaetuna. Selanjutnya dia mendirikan kantor-kantor baru untuk urusan wakaf, dan mengorganisasi pengadilan muslim terutama untuk memenuhi tuntutan persamaan perlakuan orang-orang Eropa. Perbaikan juga meliputi pendirian percetakan untuk memproduksi buku-buku teks untuk pelajar-pelajar college Sadiqi dan mereproduksi khazanah hukum Islam klasik.
Keberhasilan yang dilakukan oleh Khairuddin tidak lepas dari adanya dukungan kelompok agamawan, yaitu para ulama dan para sufi yang mendukung berbagai perbaikan dilakukan oleh Khairuddin.
Pada perkembangan selanjutnya, ketika Tunisia di bawah Protectorate Prancis, ( mulai menguasai Tunisia pada tahun 1881 ) dan baru pada tahun 1884. Prancis menjadi pengawas kantor-kantor pemerintahan Tunisia. Pemerintah Prancis selanjutnya mendirikan system Yudisial baru untuk orang-orang Eropa dengan tetap menjaga pengadilan syariah untuk kasus-kasus yang terkait dengan orang-orang Tunisia. Prancis juga membangun beberapa jalan, pelabuhan, rel kereta api, dan pertambangan. Pemerintah Prancis ikut campur tangan dalam system pendidikan Muslim Tunisia. Perancis mencoba mereformasi lembaga pendidikan Masjid Ziatun dengan memasukan subyek-subyek modern, seperti memodernisasi sekolah-sekolah dengan membuka pintunya untuk anak laki-laki maupun perempuan dan memberikan pelajaran ilmu hitung, ilmu bumi dan bahasa Prancis. Sehingga di Tunisia jumlah sekolah-sekolah umum lebih banyak dari pada sekolah-sekolah agamanya.
Pada tahun 1880 – 1930 M. bermunculan para pemimpin Tunisia baik berlatarbelakang ulama maupun birokrat. Pada umumnya mereka menerima kekuasaan Prancis di Tunisia dan berkonsentrasi pada bidang pendidikan dan budaya. Pada tahun 1888 para alumni Zaetuna dan College Sadiqi mengeluarkan surat kabar mingguan al-Hadira yang digunakan sebagai media untuk mengomentari tentang Eropa dan peristiwa-peristiwa dunia serta untuk mendiskusikan isu-isu politik, ekonomi dan sastra. Para alumni juga mensponsori pendirian sekolah Khalduniyyah pada tahun 1896 M.
Kelompok pemuda melakukan berbagai reformasi seperti hukum Islam, pendidikan dan administrasi wakaf. Mereka juga mensponsori sekolah al-Qur’an yang di dalamnya diajarkan aritmatika, geografi, sejarah dan bahas Prancis. Pada tahun 1907 untuk mengekspresikan aspirasi politiknya kelompok pemuda ini membuat jurnal: The Tunnisian.
Pada tahun 1920 Abdul Aziz al-Tha’alibi, seorang jurnalis Arab menjadi pemimpin Partai Destour. Partai ini banyak didominasi oleh muslim-Arab konservatif. Habib Bourguiba dan Mahmud Materi memberikan corak politik yang berbeda dengan kelompok konservatif. Dua figure ini membuat partai Destour lebih aspiratif, militant, terorganisir dan secara ideologis lebih terpadu untuk menentang penguasa Prancis.
Pada tahun 1932 Bourguiba, menuntut kemerdekaan Tunisia dan menawarkan perjanjian persahabatan untuk menjamin kepentingan Prancis. Pada tahun 1934 Bourguiba dan kelompoknya mengambil alih partai dan membuat partai Neo-Destour dengan Materi sebagai Presiden dan Bourguiba sebagai sekretaris Jenderalnya. Ketika tahun 1938 pemberontakan terhadap penguasa Prancis terjadi, dan Bourguiba dimasukkan dalam penjara. Akhir tahun 1955, pemerintah Prancis mengakui otonomi Tunisia, hal ini terjadi dikarenakan beberapa hal. Pertama, pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di Tunisia semakin meningkat. Kedua, karena tekanan diplomatis di PBB. Selanjutnya pada tahun 1956, protectorate Prancis di Tunisia dihapus. Dengan demikian, maka Tunisia menjadi Negara merdeka tahun 1956. kemudian setelah merdeka Tunisia dengan cepat melakukan konsolidasi kekuasaan Bourguiba. Setelah menjadi Presiden Bourguiba, mencoba merespon tuntutan politik maupun ekonomi. Dalam bidang ekonomi, dia menerapkan kebijakan ekonomi baik kapitalis maupun sosialis. Selain di bidang ekonomi dia juga mencoba mensekulerkan masyarakat Tunisia melalui langkah kontroversial Undang-Undang Status Pribadi, yang menggantikan hukum al Qur’an dalam bidang perkawinan, perceraian dan pemeliharaan anak. Rezim Bourguiba juga membuat pengadilan sekuler; di antaranya melarang poligami, membuat hukum sipil pernikahan dan perceraian. Dalam bidang pendidikan, melakukan langkah-langkah tersendiri. Lembaga pendidikan Zaituna diposisikan di bawah kontrol menteri pendidikan dengan menyatukannya dengan Universitas Tunis yang didirikan Bourguiba pada tahun 1958. Perguruan tersebut kini berubah menjadi semacam Institut Ilmu-ilmu Islam yang berada dalam pengarahan dan kontrol pemerintah Tunisia.
Rezim ini juga mendukung kesamaan hak untuk wanita. Emansipasi wanita ini terlihat dalam partisipasi mereka di berbagai tempat kerja. Namun demikian program-program mereka bukan tanpa hambatan. Mereka yang merasa mempunyai identitas Muslim-Arab, bukan identitas Tunisia-Prancis yang begitu kritis. Mereka tidak mendukung adanya emansipasi wanita.
Menjelang akhir abad ke-20, peranan Tunisia cukup menonjol dalam perkembangan dunia Islam. Negara ini aktif dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan turut menentukan dalam pengambilan keputusan tentang kebijaksanaan-kebijaksanaan Timur Tengah, terutama yang menyangkut konflik PLO (Palestine Liberation Organization).
B. LIBYA
Libya adalah Negara republic rakyat di tepi Laut Tengah, Afrika Utara. Republik ini termasuk Negara nomor empat terluas di benua Afrika. Sebelah selatan berbatasan dengan Chad, barat dengan Aljazair, barat laut dengan Tunisia, barat daya dengan Niger, timur dengan Mesir, dan tenggara dengan Sudan. Sekitar 85 % dari wilayah Libya terdiri dari padang pasir tandus. Daerah suburnya terletak hanya di belahan pantai yang sempit dan beberapa tempat yang mempunyai oase. Komposisi etnis penduduk Libya mencerminkan migrasi orang-orang Arab dari timur ke Afrika Utara antara abad ke-11 dan abad ke- 16.
1. Kondisi Sosial-Politik Akhir Abad ke-19 dan Awal Abad ke- 20.
Berbeda dengan Negara-negara Afrika Utara lainnya, Libya tidak di bawah kolonisasi Prancis, tetapi Italia. Kolonisasi di Libya terjadi pada awal abad ke- 20. Pendudukan Tunisia oleh Prancis pada tahun 1881, membuat pemerintahan Turki Usmani harus menggunakan Tripolatania sebagai basis untuk sebuah propaganda keagamaan yang diarahkan untuk mendorong suku-suku Tunisia untuk melawan penjajah Prancis. Pada tahun 1885, ketika tentara-tentara Italia siap menyerang Tripolitania, penguasa Turki Usmani mengisyaratkan untuk membuat kerjasama dengan penguasa Prancis berkaitan dengan masalah pelarian-pelarian Tunisia di Tripolitania.
Sementara itu, pada tahun 1902 pemerintah Prancis dan Inggris memberikan keleluasan pada pemerintah Italia di Tripolitania. Pada tahun-tahun berikutnya, kantor pos dan kantor-kantor pelayanan kesehatan didirikan oleh pemerintah Italia di Tripolitania. Bahkan, perusahaan-perusahaan Italia pun didirikan di sana. Di samping itu, pembelian tanah-tanah uang ditujukan untuk lahan pertanian pun dilakukan.
Pada awal September 1911, persiapan militer Italia telah selesai, kemudian selang satu bulan kemudian Italia dapat menduduki pelabuhan-pelabuhan penting Libya seperti: Tubruq, Tripoli, Darna, Bangazhi dan Khums. Pada tahun 1912, dengan adanya pendudukan ini kekuasaan Ustmani secara otomatis digantikan oleh kekuasaan Italia. Mulailah sejarah baru bagi Libya di bawah penguasa Italia.
2. Kondisi Islam di bawah gerakan Sanusiyah ( Kerajaan Libya)
Pada tahun 1837, berdiri tarekat Sanusiyah yang dibentuk oleh Muhammad ibn Ali al-Sanusiyah (1787-1859). Dia adalah salah seorang keturunan Nabi dal Al-Hasan, anak laki-laki Fatimah. Nama lengkapnya adalah al-Sanusi al-Khattab al-Hasan. Gerakan Sanusiyah dibentuk untuk menyatukan ikhwanul muslimin yang ada, dan untuk menyebarluaskan serta merevitalisasi Islam. Selain itu, gerakan ini juga dibentuk untuk menghindari dan mempertahankan Islam dari agresi bangsa asing. Untuk tujuan ini, gerakan Sanusiyah memilih daerah terpencil yaitu Cyrenaica.
Pondok-pondok Sanusiyah menjadi pusat misi dan pendidikan agama Islam dan juga menjadi perkampungan pertanian dan perdagangan. Selama hampir sembilan dasawarsa, gerakan Sanusiyah memiliki gerakan revivalis Islam yang kuat, dengan memadukan unsur-unsur ekonomi dan agama, tersebar di sepanjang wilayah Cyrenaica, Fezzan dan sebagian wilyah Tripolitan.
Di samping itu, gerakan Sanusiah mendapat pengakuan dari orang-orang Badui setempat, sehingga Sanusiyah mendapat otoritas untuk urusan kerjasama niaga, menjadi mediataor dalam berbagai konflik. Oleh karena itu logis bila Sanusiyyah pada abad ke-19, telah mampu membangun satu koalisi kesukuan yang cukup luas disebelah barat Mesir dan Sudan. Pada awal abad ke-20, Sanusiyyah mampu memimpin perlawanan local, terhadap serbuan Italia.
Gerakan ini menjalin persekutuan dengan Inggris dalam PD II dengan tujuan agar Libya lolos dari pengawasan Italia. Selanjutnya Libya, sebagai sebuah kerajaan diproklamasikan padaa tahun 1951, dengan raja pertamanya adalah Raja Idrus al- Sanusiyyah, cucu pendiri gerakan Sanusiyyah. Kepemimpinan Raja Idrus, kurang bisa menangkap aspirasi-aspirasi dari generasi muda. Hal ini menyebabkan dia tidak mampu menghadapi tuntutan generasi muda yang terimbas oleh perasaan nasionalisme yang sedang tumbuh. Akhirnya pada tahun 1969 Qadzdzfi melakukan kudeta terhadapnya dan menjadi pemimpin Libya selanjutnya.
Tidak lama setelah revolusi 1969, Qadzdzafi melakukan reformasi hukum. Hukum-hukum Islam pertama dikeluarkan Qadzdzafi, yang menandakan janjinya terhadap masyarakat umum untuk menghapus praktek-praktek yang menyalahi adapt-istiadat kaum Muslimin dan yang melanggar adat Libya, tidaklah ditetapkan sebagai hukum Islam melainkan sebagai patokan tindakan yang legal. Selanjutnya Qadzdzafi mengenakan larangan terhadap alkohol di seluruh negeri itu. Pada tahun 1970 dia melarang secara resmi semua pertunjukan yang “tak senonoh”di tempat-tempat hiburan umum. Pada bulan Oktober 1971, Qadzdzafi menyerukan pelaksanaan hukum syariat yang di perluas dengan Islamisasi hukum nasional Linya.
Pada tahun 1973, Qadzdzafi mendeklarasikan tiga prinsip yang menjadi dasar system politik Negara. Prinsip-prinsip itu ada;ah persatuan Arab, demokrasi kerakyatan langsung, dan sosialisme Islam. Kemudian tahun 1977, Qadzdzafi mendeklarasikan bentuk Negara Libya baru yaitu Rakyat Sosialis Arab Libya. Konsep Sosialisme Qadzdzafi adalah pemikiran konsep sosialisme yang didasarkan pada pemahaman yang mendalam terhadap Islam, dengan berpegang pada prinsip Al Qur’an dan Al Hadist adalah satu-satunya sumber otoritas untuk merekonstruksi masyarakat.
Sejak Qadzdzafi menjadi pemimpin tertinggi Libya, ia menggunakan minyak untuk membantu kepentingan dunia Arab, terutama dalam rangka menentang Israel, dan juga membantu gerakan-gerakan kemerdekaan di berbagai belahan dunia. Pemerintah Libya memberikan bantuan keuangan yang cukup besar bagi upaya misi Islam dalam rangka membantu meningkatkan organisasi-organisasi dan kegiatan yang berkaitan dengan Islam, terutama bagi kelompok-kelompok minoritas muslim di Negara-negara nonomuslim. Pada tahun 1971, Libya membantu kepentingan umat Islam Filipina yang berstatus pengungsi, membangun masjid dan Islamic center, serta mengatur perundingan antara pemerintah Filipina dan MNLF (Moro National Lineration Front), bagi otonomi Islam di Filipina Selatan.
III. PENUTUP
Kesimpulan
Perkembangan Islam modern di Negara Tunisia dan Libya, mengalami kemajuan yang signifikan terutama dalam hal kemajuan ekonomi, hukum, maupun politik. Upaya-upaya yang dilakukan oleh umat Islam di Tunisia dan Libya dalam melawan penjajah, telah menghasilkan suatu pemerintahan yang lepas dari pengawasan penjajah dan menjadi Negara merdeka. Sebenarnya ketika Tunisia dibawah protectorat Prancis, perkembangan social budaya mengalami kemajuan karena masuknya unsur-unsur baru dan manambah semangat persatuan dan kesatuan umat Islam untuk berjuang mengusir penjajah. Tunisia mempunyai peranan besar dalam sejarah Islam yaitu melalui lembaga pendidikan Jami’ah Zaituah, yang telah melatih kader-kader ulama menjadi ulama-ulama besar. Selain itu Tunisia juga aktif dalam OKI ( Organisasi Konferensi Islam).
Sementara perkembangan Islam di Libya telah melalui perjalanan panjang, dengan kondisi social yang tidak jauh berbeda dengan Negara-negara di wilayah Ifriqiyah sebelum kedatangan kolonial penjajah. Libya berada di bawah kekuasaan Italia pada tahun 1912. Kemudian Italia melepaskan Libya karena ada perlawanan dari gerakan Sanusiyyah yang di bantu oleh Inggris. Ketika Libya berada di bawah sang revolusioner Muhammar Qadzdzafi, Libya mengalami perkembangan yang cukup pesat, dan masa inilah yang mendeklarasikan Negara Libya baru Rakyat Sosialis Arab Libya. Serta melakukan reformasi didalam hukum yaitu penggunaan hukum syariah yang sesuai dengan ajaran Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Dewan Redaksi. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.1993. vol. 3
dan vol. 5
Karim, M. Abdul. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka
Book Publisher. 2007
Maryam, Siti, dkk. (ed). Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern
Yogyakarta: LESFI. 2004
Morgan, Kenneth W. Islam Jalan Lurus terj. Abusalamah. Jakarta: PT Dunia Pustaka
Jaya 1980
Nasution, Harun. Perkembangan Modern Dalam Islam. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia. 1985
No comments:
Post a Comment